Regulasi dan Pelatihan Drone: PM 63/2021 (Bagian A & B)

Kementerian Perhubungan Republik Indonesia belum lama ini menerbitkan peraturan baru yang sudah cukup lama ditunggu-tunggu oleh para praktisi & pelaku industri drone di Indonesia. Peraturan baru tersebut adalah Peraturan Menteri Perhubungan No 63 Tahun 2021 (PM 63/2021) tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 107 Tentang Sistem Pesawat Udara Kecil Tanpa Awak, yang secara sah mencabut peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Perhubungan No 163 Tahun 2015 yang dikeluarkan 6 tahun yang lalu dan sebelumnya telah tim kami ulas untuk bagian A & B serta bagian C & D.

Sehingga pelatihan drone ini memiliki panduan yang jelas berdasarkan pemerintah.

Seperti yang kami lakukan sebelumnya, kali ini peraturan baru tersebut akan kembali kami ulas untuk mengetahui perubahan-perubahan apa saja yang dimasukkan setelah menerima berbagai masukan selama 6 tahun terakhir ini.

PKPS Bagian 107 amandemen 1 ini terdiri dari 4 bagian yaitu:

  • Bagian A: Ketentuan Umum
  • Bagian B: Ketentuan Pengoperasian
  • Bagian C: Sertifikasi Remote Pilot
  • Bagian D: Pendaftaran Pesawat Udara Kecil Tanpa Awak

Artikel kali ini hanya akan membahas secara mendalam bagian A dan B saja. Sedangkan bagian C dan D akan dibahas pada artikel terpisah.

Berikut merupakan perubahan-perubahan yang terlihat secara signifikan pada bagian A dan B:

  1. Amandemen PKPS Bagian 107 ini menggunakan Bahasa Indonesia, sehingga lebih mudah dipahami dan tidak multi-interpretasi.
  2. Istilah-istilah baru yang sudah mulai digunakan pada beberapa peraturan terakhir juga mulai diperkenalkan, salah satu contohnya adalah istilah Remote Pilot in Command (sebelumnya hanya disebut sebagai operator).
  3. Kegiatan hobi dan rekreasi yang sebelumnya dianggap tidak perlu mengikuti PKPS ini, saat ini wajib mengikuti dengan beberapa pengecualian.

 

Pelatihan Drone Bagian A

Pelatihan drone

Selanjutnya, PKPS ini juga menjelaskan mengenai syarat-syarat kondisi diperbolehkannya seseorang menerbangkan droneTerdapat satu pasal mengenai batasan penerbangan drone dalam jarak pandang mata atau Visual Line of Sight (VLOS) yang mensyaratkan agar drone hanya diterbangkan selama drone masih terlihat oleh mata telanjang. Pembahasan mengenai VLOS ini akan dibahas pada artikel terpisah.

Pelatihan drone

PKPS 107 Bagian 2 ini juga cukup banyak menyinggung dan membahas mengenai kondisi-kondisi di mana drone tidak boleh diterbangkan demi keselamatan penerbangan, salah satunya adalah terbang dari kendaraan bergerak (kecuali kendaraan air seperti kapal, perahu, dan rig) serta dilarang terbang di atas kerumunan orang yang tidak terlibat misi terbang tersebut.

Untuk poin tersebut, dapat dicontohkan sebagai berikut: apabila terdapat shooting sekelompok orang di Taman Safari menggunakan drone, maka drone boleh saja diterbangkan di atas sekelompok orang tersebut karena mereka memang terlibat shooting dan sudah tahu risiko yang mungkin dihadapi, namun drone tidak boleh terbang di atas kerumunan penonton karena penonton dianggap orang yang tidak terlibat.

Terakhir, yang dibahas pada bagian B ini adalah prosedur pengoperasian drone. Namun, prosedur tersebut hanya mencakup prosedur sebelum terbang, dan selebihnya tidak dijelaskan. Oleh karena itu, dapat dianggap prosedur tersebut adalah prosedur minimum yang harus dilaksanakan oleh operator drone.

Dengan efektifnya PKPS Bagian 107 ini, dapat kita lihat bahwa sebenarnya pemerintah cukup memiliki perhatian terhadap pengoperasian drone di Indonesia yang mengedepankan keselamatan dan keamanan penggunanya, dan diharapkan operator drone dapat mengikuti peraturan-peraturan yang telah berlaku.

 

Plan. Fly.
Deliver.

Temukan solusi pemanfaatan drone paling tepat untuk perusahaan Anda. Kontak kami sekarang agar kami dapat membantu Anda.

Open chat
Halo, ada yang bisa kami bantu?